Jakarta- beritaindonesia24jam.com -, Film animasi Merah Putih: One For All, produksi Perfiki Kreasindo, yang dijadwalkan tayang di bioskop pada 14 Agustus 2025, kini menjadi sorotan tajam netizen di media sosial, bukan karena ceritanya, melainkan karena prosedurnya yang dipertanyakan.
Alih-alih menuai pujian, film berdurasi sekitar 70 menit ini digempur kritik setelah sejumlah pengguna media sosial menemukan dugaan penggunaan aset animasi stok murah dari platform seperti Reallusion Content Store. Beberapa karakter terlihat nyaris identik dengan aset 3D yang dijual, antara lain Jayden (oleh Junaid Miran), Tommy (Chihuahua Studios), serta Ned dan Francis yang tersedia di Reallusion.
Tak hanya itu, harga aset-aset tersebut diketahui sangat rendah—sekitar USD 43,50 (sekitar Rp 700 ribuan) per item. Fakta ini memicu kegemparan publik, terutama karena biaya produksi film diklaim mencapai Rp 6,7 miliar.
.Seorang netizen menyindir tajam:
“Anggaran 6 M, modal produksinya paling ga sampai 100 jt, animasi beli template 10‑20 $ per item ditempel‑tempel doang”.
Komentar netizen lain menambahkan:
“Ga heran karakternya style‑nya pada kek beda2”.
Proses produksi film ini juga dipertanyakan karena sangat singkat—dilaporkan mulai dikerjakan pada Juni 2025, yang artinya hanya butuh waktu kurang dari sebulan hingga kemudian dijadwalkan tayang menjelang 17 Agustus.
Sejumlah pihak memberikan reaksi terhadap kritik ini. Sutradara dan Produser Eksekutif, Endiarto, menyatakan bahwa kemiripan aset boleh saja terjadi — dengan alasan setiap animator memiliki kebebasan gaya dan interpretasi visual, serta menegaskan bahwa film ini memang dirancang sebagai tayangan sederhana untuk anak-anak
Sementara itu, Hanung Bramantyo, sutradara ternama, membela kreator film. Ia menyebut bahwa anggaran Rp 6,7 miliar sebenarnya hanya mencukupi untuk tahap preview (previs), bukan untuk menghasilkan film animasi layar lebar berkualitas. Ia menyatakan bahwa film animasi serius biasanya memerlukan anggaran minimal Rp 30–40 miliar dan waktu produksi sekitar 4–5 tahun.
Produser Toto Soegriwo menanggapi kritik dengan menulis di Instagram:
“Senyumin aja. Komentator lebih pandai dari pemain… Postingan kalian jadi viral kan?”.
Kontroversi ini mencuat pada momen yang seharusnya penuh kebanggaan: film bertema nasionalisme justru dipertanyakan keoriginalitasnya dan bagaimana anggaran besar itu larinya ke mana. Film ini mengisahkan delapan anak dari berbagai daerah yang bersatu menyelamatkan bendera pusaka menjelang upacara 17 Agustus — premis yang penuh semangat, tapi eksekusinya dianggap jauh dari pantas.
Frasa “One For All” dalam judul film pun menjadi sasaran kritik karena dinilai kurang mencerminkan identitas lokal dan justru terasa asing untuk film bernada kebangsaan
Rangkuman Singkat:
Isu Fakta / Pernyataan
- Aset Murah Karakter dan latar terlihat mirip dengan aset Reallusion (USD 43,5 ≈ Rp 700 ribu).
- Anggaran Tinggi Klaim Rp 6,7 miliar, tapi kualitas dan durasi produksi tidak sebanding.
- Waktu Produksi Singkat Mulai Juni 2025, tayang mulai 14 Agustus 2025
- Pembelaan Tim Endiarto: gaya interpretatif; Hanung: anggaran hanya cukup buat preview; Toto santai menanggapi.
- Citra Nasionalisme Dikhawatirkan mencoreng citra animasi lokal.