Trending

Tata Maulana Ungkap Kejanggalan di Balik OTT KPK yang Jerat Gubernur Riau Abdul Wahid



Pekanbaru- beritaindonesia24jam.com -, Tenaga Ahli Gubernur Riau, Tata Maulana, akhirnya menghirup udara bebas setelah menjalani pemeriksaan intensif oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama dua hari. Ia dibebaskan pada Rabu (4/11/2025) dini hari pukul 03.00 WIB, setelah sebelumnya diamankan bersama Gubernur Riau Abdul Wahid dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Pekanbaru.

Dalam wawancara eksklusif bersama Radar Pekanbaru, Tata membeberkan kronologi dan dugaan kejanggalan di balik operasi yang mengguncang Pemerintahan Provinsi Riau tersebut.

Menurut pengakuan Tata Maulana, dirinya pertama kali mengetahui adanya operasi KPK sekitar pukul 15.00 WIB. Informasi itu ia dapatkan dari pengawal pribadi (walpri).

“Saya baru tahu sekitar pukul 15.00 dari Walpri. Katanya ada pihak yang datang ke kantor PUPR, menyita HP petugas Satpol, dan menggertak sambil mencari nama saya. Mereka tanya, ‘Di mana Tata? Mana mobil dengan plat ini?’ Saya heran kenapa mereka mencari saya. Belakangan baru tahu, ternyata itu rombongan KPK,” ujarnya.

Tata juga menceritakan bahwa saat itu Gubernur Riau tengah menerima tamu di kantor, termasuk Bupati Siak, Kapolda, dan Wakil Gubernur SF Hariyanto. Setelah tamu-tamu tersebut meninggalkan lokasi, rombongan gubernur berencana keluar untuk ngopi pada sore hari.

“Sekitar pukul 13.00 lewat, Pak Gubernur sedang menerima tamu- Bupati Siak, Kapolda, dan kemudian datang juga Wakil Gubernur SF Hariyanto. Setelah tamu-tamu pulang, kami diajak keluar mencari tempat ngopi sekitar pukul 16.00. Di mobil, saya baru tahu kalau sebelumnya ada OTT di kantor PUPR,” terang Tata.

Keduanya kemudian berhenti di salah satu tempat ngopi di Jalan Paus, Pekanbaru. Di lokasi itulah penyidik KPK melakukan penyergapan terhadap Gubernur Riau.

“Kami sampai di salah satu tempat ngopi di Jalan Paus. Saya baru sempat bilang ke Pak Gubernur, ‘Ada berita OTT di kantor PUPR.’ Beliau langsung buka berita di ponsel. Tak lama, sekitar pukul 17.00, KPK datang dan langsung menyergap. HP Pak Gubernur disita, bahkan dipaksa dibuka dan disalin datanya saat itu juga. Petugas hanya bilang, mereka menemukan uang di kantor PUPR,” tutur Tata.

Tata mengaku menyaksikan langsung bagaimana Gubernur Abdul Wahid dibuat terkejut atas tindakan tersebut. Ia menyebut dirinya juga dibawa ke Mako Brimob bersama rombongan KPK dan diperiksa intensif hingga malam hari.

“Beliau kaget sekali, bingung. Saya lihat dengan mata kepala sendiri bagaimana HP-nya disita, lalu dibawa ke Mako Brimob. Saya ikut dibawa juga, katanya saya ‘target’. Saya tanya, target untuk apa? Saya tidak pernah berhubungan dengan pihak PUPR,” ucapnya.

Saat diperiksa, Tata mengaku mendapat sejumlah pertanyaan terkait isu dugaan permintaan uang 5 persen dan pertemuan pejabat PUPR dengan Gubernur Riau. Namun, ia menegaskan tidak mengetahui hal tersebut.

“Ya, saya diperiksa di Mako Brimob sampai malam. Pertanyaannya seputar apakah saya pernah mendengar perintah 5%, apakah tahu penyerahan uang, atau pertemuan Kadis dan UPT dengan Gubernur. Semua saya bantah. Saya memang tidak pernah mendengar, melihat, atau tahu soal itu,” katanya.

Tata Maulana menduga tuduhan terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid tidak memiliki dasar yang kuat. Ia menyebut tuduhan tersebut hanya bersumber pada pengakuan sepihak tanpa adanya bukti yang jelas.

“Saya menduga tuduhan itu sangat tidak berdasar. Dasarnya hanya pengakuan sepihak dari pegawai PUPR yang ditahan. Katanya uang itu untuk Gubernur, mereka merasa ‘diperas’. Tapi tidak ada bukti kuat-  tidak ada dokumen, perintah tertulis, rekaman, atau sadapan yang diperdengarkan selama pemeriksaan,” ujar Tata.

Ia juga menyinggung soal pernyataan “matahari hanya satu” yang sempat disebut-sebut menjadi dasar penetapan tersangka terhadap Gubernur Abdul Wahid.

“Nah, itu juga janggal. Kalimat itu ditafsirkan sepihak. Harusnya dikonfirmasi dulu, apakah benar diucapkan, ada rekaman atau tidak. Selama pemeriksaan, saya tidak pernah mendengar bukti audio atau video itu diperdengarkan. Jadi saya menduga, tuduhan itu hanya berdasarkan pengakuan sepihak tanpa pembuktian elektronik,” jelasnya.

Selain itu, Tata Maulana juga menyoroti kejanggalan lain yang menurutnya terjadi bersamaan dengan proses penangkapan.

“Banyak. Saat kami belum sampai Mako Brimob, berita ‘Gubernur Riau di OTT KPK’ sudah naik serentak di media nasional dan lokal. Waktunya bersamaan. Seolah-olah berita itu sudah disiapkan sebelumnya. Lalu uang Rp750 juta di kantor PUPR, dan katanya ada lagi Rp50 juta di rumah salah satu UPT- semua diangkat untuk menguatkan narasi. Padahal rumah dinas gubernur di Pekanbaru maupun Jakarta tidak ditemukan uang hasil OTT,” ungkapnya.

Tata mengaku peristiwa tersebut sangat mengejutkan, baik bagi dirinya maupun bagi Gubernur Riau Abdul Wahid.

“Sedih sekali. Saya melihat Pak Gubernur betul-betul kebingungan. Tiba-tiba disergap, HP disita, dan langsung ditahan. Saya merasa ini seperti sudah direncanakan. Saya juga jadi korban karena disebut ikut menyerahkan diri ke KPK, padahal tidak. Saya hanya tertinggal dari rombongan pagi dan baru dibawa ke KPK siang karena BAP saya belum selesai di Brimob,” kata Tata.

Menutup wawancara, Tata Maulana berharap agar proses hukum terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid dapat berjalan secara adil dan objektif.

“Saya berharap ada keadilan bagi Gubernur Riau Abdul Wahid. Masyarakat bisa menilai sendiri kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. Proses hukum semestinya berdasar bukti, bukan pengakuan sepihak. Semoga kebenaran bisa terungkap,” harapnya.

Wawancara ini dilakukan secara langsung bersama Tata Maulana pasca pembebasannya dari Gedung KPK Jakarta.Pernyataan ini merupakan versi Tata atas peristiwa OTT yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid.

Lebih baru Lebih lama